Bahagianya Menjelajah Taman Nasional Bromo Tengger Semeru – Melihat matahari terbit di ketinggian menjadi salah satu aktivitas favorit yang sering saya cari kala traveling. Saya paling enggak bisa bangun siang, makanya kalau lagi traveling pasti tetap jadi yang paling semangat untuk bangun pagi.
Kali ini, saya memilih Bromo, sebagai destinasi utama untuk melihat matahari terbit. Eh, ngapain deh, jauh-jauh ke Jawa Timur demi mengejar sunrise Gunung Bromo? Coba deh, rasain dulu, gimana serunya.
Baca juga: 7 Rekomendasi Buku yang Asyik Dibaca Saat Traveling
Omong-omong, Bromo sendiri bisa dijelajah dalam satu hari. Bagi pegawai kantoran seperti saya, rasanya enggak perlu cuti.
Jalan pas weekend juga oke, kok. Namun, kalau ingin mengeksplorasi kawasan di sekitar Bromo, seperti Surabaya atau Malang, mau enggak mau ambil cuti biar lebih puas.
Berikut perjalanan saya menjelajahi Bromo.
Bahagianya Menjelajah Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
Waktu menjelajah Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, saya menggunakan jasa Cak Ferdi Tour & Travel.
Ada 6 objek wisata di Bromo yang rencananya akan dikunjungi, yakni Sunrise Penanjakan, Bukit Cinta, Kawah Gunung Bromo, Pura Luhur Poten, Bukit Teletubbies atau Padang Savana, juga Pasir Berbisik.
Bandara Internasional Juanda, Surabaya menjadi meeting point waktu itu. Sekitar pukul 11 malam, saya dan rombongan berangkat menuju villa transit, sebelum akhirnya menuju Bromo.
Baca juga: 5 Tips Memilih Penginapan Buat yang Pengin Solo Traveling
Dari bandara ke villa transit memakan waktu kira-kira 3 jam. Sepanjang perjalanan saya tidur supaya tenaga bisa terisi penuh kembali.
Sesampainya di villa transit, saya dan rombongan bersiap-siap. Kami meletakkan tas besar di dalam mobil, sementara yang dibawa ke Bromo hanyalah barang-barang berharga, serta barang-barang yang memang dibutuhkan. Misalnya, jaket, kupluk, syal, dan sebagainya.
Waktu itu, saya belum beli sarung tangan. Kebetulan ada yang berjualan keliling. Kalau enggak salah, harganya Rp10.000 untuk sepasang. Sarung tangan itu enggak cukup tebal memang, tapi lumayan bisa melapisi kedua tangan supaya enggak terlalu kedinginan.
Saya pun sudah bersiap. Lengkap dengan kupluk, baju hangat, jaket, syal, celana training, kaus kaki, serta celana. Saya enggak punya bayangan gimana dinginnya di sana. Jadi, nekat aja. Hehehe.
Sekitar pukul 02.00, kami berangkat dengan menaikki jeep. Enggak lupa, saya dan rombongan memfoto plat nomer jeep tersebut biar enggak bingung menemukannya nanti.
Baca juga: 10 Hal yang Bikin Traveling Jadi Enggak Asyik dan Cara Mengatasinya
Wow, seru banget pas di perjalanan! Meksi jalanannya berlombang, saya dan yang lain tampak menikmati perjalanan ini. Plus, rasanya jeep-jeep beragam warna ini kayak lagi konvoy menuju Bromo!
Sekitar 1,5 jam di perjalanan, akhirnya kami sampai di pos pertama. Pos Dingklik, namanya. Pos inilah yang paling dekat dengan gerbang masuk. Jadi, (sebenarnya) enggak butuh effort ekstra buat melihat matahari terbit, (cuma) butuh menaikki beberapa anak tangga aja, kok.
Ternyata pas sampai di sana, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru serame itu! Karena langit masih gelap dan tanda-tanda matahari terbit belum ada, akhirnya kami melipir sejenak ke warung terdekat untuk mengisi perut.
Kalau boleh jujur, saya enggak terlalu bisa makan sedini itu. Tapi pas disuguhi mie instan rebus dan teh manis panas, siapa yang bisa nolak coba?
Selesai mengisi perut, kami langsung menuju Pos Dingklik. Pengin ketawa deh, baru naik beberapa anak tangga aja udah ngos-ngosan banget, euy! Hahaha.
Baca juga: Pengin Liburan ke Bromo? Jangan Lupa Lakukan 5 Hal Seru Ini
Iya, iya, saya emang udah enggak pernah olahraga lagi, aktivitas fisik pun juga jarang belakangan ini. Jadi, pas naik tangga yang jumlahnya dikit aja butuh berhenti beberapa kali.
“Semangat Sintia, semangat!” kata saya ke diri sendiri.
Anyway, saya udah bilang kan kalau Bromo tuh serame itu? Iya, mau foto sunrise aja mesti berebutan sama pengunjung lainnya. Mau foto di angle yang berbeda pun, mesti nunggu rada sepian dulu biar fotonya enggak bocor.
But overall, puas banget sih, ke Bromo. Secantik itu pemandangannya. Warna-warni cotton candy yang tertangkap kamera bikin saya makin jatuh hati dengan pagi hari.
Baca juga: 10 Foto Pemandangan Pagi Hari yang Bikin Kangen Traveling
Selanjutnya, kalau melihat jadwal yang diberikan Cak Ferdi Tour & Travel, seharusnya kami lanjut ke Bukit Cinta untuk melihat pemandangan matahari terbit dari sudut yang berbeda.
Tapiiii, kayaknya kami keasyikan foto-foto di Pos Dingklik, deh. Sampai-sampai langit udah terang dan kami harus skip jadwal yang itu.
Nah, setahu saya, Bromo memang memiliki beberapa sunrise view point. Yang paling dekat dengan gerbang masuk ialah Pos Dingklik.
Kemudian, view point lainnya yang bisa menjadi alternatif bagi para wisatawan ialah Bukit Cinta, Bukit Kingkong, dan Puncak Penanjakan. Wah, itu artinya wajib ke Bromo lagi, nih!
Selanjutnya, saya dan rombongan melanjutkan perjalanan dengan jeep menuju Lautan Pasir alias Pasir Berbisik. Kenapa sih, dinamai Pasir Berbisik?
Usut punya usut, ketika angin bertiup, pasir-pasir di sana berterbangan hingga menimbulkan suara seperti bisikan, yang mana suara tersebut terdengar hingga ke telinga. Waktu saya ke sana, enggak terlalu ngeh sih, apakah pasirnya beneran berbisik atau enggak.
Destinasi selanjutnya ialah Kawah Bromo. Ah, sebel, deh. Saya enggak jadi ke Kawah Bromo soalnya udah keburu panas terik. Perjalanan ke sana kalau dilihat-lihat lumayan jauh. Masih harus naik tangga pula!
Baca juga: 5 Tips Memotret di Tempat Wisata yang Penuh Keramaian
Belum lagi, jeep enggak diperkenankan untuk mengantar kami menuju Kawah Bromo. Kalau mau, harus naik kuda, which is harus bayar ratusan ribu lagi.
Kalau jadi berjalan kaki ke Kawah Bromo, saya bisa mampir ke Pura Luhur Poten dan juga melihat pemandangan Gunung Batok.
Sayang, saya dan rombongan mengurungkan niat. Kami lebih memilih untuk mengisi perut kembali di salah satu warung di sana. Pilihan makanannya mulai dari nasi, telur, mie instan, ayam goreng. Kami emang anaknya laperan, deh. Hehehe.
Selesai mengisi perut, kami kembali melewati Lautan Pasir yang enggak berkesudahan. Destinasi selanjutnya yang akan kami sambangi ialah Bukit Teletubbies alias Padang Savana.
Pas sampai di sana, ada bagian bukit yang botak. Katanya sih, kebakaran gara-gara musim kemarau.
Anyway, satu hal yang saya suka dari Bukit Teletubbies ini adalah gradasi hijaunya. Cantik banget! Bisa dibilang, ini merupakan salah satu spot foto Instagrammable yang wajib dikunjungi.
Selesai foto-foto, kami kembali ke jeep. Saya melirik jam tangan di pergelangan kiri. What, baru jam 9-an? Perasaan udah siang dan melakukan banyak hal, deh?
Iya, jelas aja, saya sudah beraktivitas dari langit masih gelap sampai sekarang sudah terang benderang. Waktu kayaknya berjalan cepet banget. Padahal masih pagi. Tampaknya, saya sangat menikmati perjalanan kali ini ke Bromo.
Baca juga: Mendaki dan Melihat Langsung Sisa-Sisa Letusan Gunung Krakatau
Hampir pukul 10, kami kembali ke villa transit, dengan melewati Lautan Pasir yang enggak ada habis-habisnya. Pengemudi yang membawa kami sempat memberhentikan jeep-nya sebentar. Saya dan rombongan pun turun sebentar untuk foto-foto.
Wah, saya udah enggak sabar melanjutkan perjalanan ke destinasi selanjutnya. Ada yang bisa menebak saya akan ke mana?
bagusssss… aku belum pernah jalan-jalan ke taman nasional manapun.. pingin ih main ke sana setelah lihat foto dan tulisanmu. asli bikin mupeng
Yuk, yuk, main! Seru banget lho bisa main di alam. 😀