Memilih Buku Sama Halnya Seperti Memilih Pasangan, Benarkah? – Memilih buku yang tepat rasa-rasanya nggak jauh beda ketika memilih pasangan. Untuk tahu seberapa “klik”, ada proses dan pengalaman panjang, yang dari sanalah lahir segenap pembelajaran.
Dulu, saya pernah berhubungan dekat dengan seseorang yang pada akhirnya, saya pikir saya nggak cocok dengannya. Singkat cerita, kami memutuskan untuk melalui jalan masing-masing saja. Itu lebih baik.
Bayangin, kalau kami tetap melanjutkan hubungan tersebut, pasti rasanya bakal terpaksa dan ya, ujung-ujungnya nggak ada gunanya juga, kan.
Tapiii … ada proses alot sebelum menuju pada sebuah keputusan bulat bahwa kami akan benar-benar berpisah, bukan ujug-ujug “ya udah, putus aja, yuk”. Kami coba evaluasi kembali apa akar permasalahannya, solusinya ketemu nggak, kalau dilanjutin bakal gimana, sampai akhirnya sepakat dengan keputusan tersebut.
Sama halnya ketika memilih bacaan. Dulu saya pernah membaca sebuah kumpulan cerita pendek yang saya nggak ngerti apa isinya. Bahayanya, hal itu cukup bikin ketertarikan saya pada cerpen jadi menurun. Yang lebih bahayanya lagi, kala itu saya menggeneralisasi semua karya cerpen sama aja, sama sulitnya ketika dibaca. Tentu hal itu nggak valid dong, apalagi cerpen yang saya baca hanya beberapa aja.
Sadly, saya sempat “putus” dengan cerpen. Dan kalau dipikir-pikir lagi, apa yang saya pikirkan dan lakukan waktu itu sangat keliru. Akhirnya, coba evaluasi dan membuka diri terhadap karya jenis ini. Saya mulai dengan Sumur: Sebuah Cerita karya Eka Kurniawan. Surprisingly, kok, saya suka? Saya sungguh menikmati pembacaannya sampai-sampai saya semangat banget buat bikin ulasan bukunya.
Dari sana saya tersadar, mungkin saya takut mengulang pengalaman membaca yang nggak mengenakkan itu lagi sehingga saya menghindari ragam bacaan serupa. Kalau dalam hal pacaran, mungkin saya takut mengulang trauma yang sama. Tapi ya, kalau nggak dicoba dan dibuka lagi hatinya, mana bisa saya tahu? Siapa tahu pengalamannya beda, ya kan?
Saya juga termasuk yang percaya bahwa baik buku maupun jodoh, akan datang di waktu yang tepat, dan dengan cara yang tepat pula. Kadang, keduanya nggak melulu mesti ditunggu, tapi bisa dicari jika mau.
Kadang, ketika kita dihadapkan pada banyak pilihan, di sanalah kita bisa jadi lebih selektif. Apalagi, akan selalu ada yang terbaik dari yang terbaik. Yang terbaik di sini bukan yang melulu sesuai harapan kita, ya. Kamu pasti paham.
“Jika kamu mencari yang sempurna, maka kamu akan kehilangan yang terbaik.”
Berdasarkan pengalaman trial & error tersebut, saya ingin sharing gimana cara tahu bahwa kita punya chemistry dengan buku yang bisa kita anggap jodoh tersebut. Cara setiap orang mungkin berbeda-beda, tapi poin-poin berikut nggak ada salahnya dicoba, kan?
Saat Memilih Buku, Gimana Tahu Bacaan Itu “Jodoh” Kita?
1. Membuka diri terhadap ragam bacaan
Saya selalu mengklaim bahwa buku puisi adalah zona nyaman saya beberapa tahun ini. Seiring berjalannya waktu, saya berpikir, agaknya kurang ideal kalau saya hanya membatasi diri pada satu bacaan tertentu.
Toh, ketika saya tertarik membaca nonfiksi, kok saya bisa nikmatin, ya? Ketika saya membaca novel grafis, saya bisa ketawa cekikikan sampai lupa waktu. Ketika saya membaca cerita pendek, kok saya malah semangat melakukan pembacaan kritis dan menulis ulasannya?
Semakin saya membuka diri terhadap ragam bacaan, semakin saya bisa mengenal diri, semakin saya tahu bahwa evolusi bacaan saya nggak stuck. Saya jadi tahu apa yang saya suka, apa yang saya butuh, apa yang mesti dikesampingkan, apa yang nggak perlu dikejar, apa yang perlu ditahan, apa yang perlu dilanjutkan.
Kuncinya: nggak perlu defensif.
Baca juga: 7 Manfaat Membaca Buku Bagi Siapa pun
2. Nggak menggeneralisasi semua bacaan adalah sama
Kalau pernah nggak suka dengan satu buku tertentu, nggak apa-apa, kok. Saya juga pernah. Coba beri jeda untuk diri sendiri dan alihkan ke bacaan lain. Jangan sampai pengalaman tersebut malah menghalau diri buat kenalan dengan “jodoh-jodoh” lain.
Nggak suka dengan satu buku bukan berarti nggak suka dengan buku lainnya, kan? So, let’s give it a try.
Tapi, kalau pengalaman dan perasaan yang ditimbulkan kerap berulang alias sama-sama aja, well … it’s time to move on, babe. Jangan lelah berkenala sampai ketemu yang “ngena”.
3. Jadilah pembaca proaktif
Mungkin ada kaitannya dengan poin pertama. Najwa Shihab pernah berkata bahwa banyak masyarakat Indonesia yang menjadi pembaca reaktif, terutama ketika menerima suatu informasi.
“Kita tidak proaktif yang mana yang menurut kita penting, cuma mau baca (informasi) yang disajikan saja,” ujarnya.
That’s why, membuka diri selebar-lebarnya terhadap berbagai pilihan bacaan adalah hal menarik untuk dilakukan. Dari membaca satu buku, tahu nikmat dan manfaatnya, penasaran dengan buku lain, berlanjut ke buku satunya, begitu seterusnya.
4. Evaluasi diri
Ketika menjalin relasi dengan pasangan, ada yang suka melakukan evaluasi suatu hubungan kenapa bisa sejauh ini, nggak? Mungkin bisa diterapkan juga ketika memilih bacaan. Coba deh, tanyakan pertanyaan ini ke diri sendiri:
- Apakah saya menikmatinya?
- Apakah bermanfaat untuk saya?
- Lebih banyak senengnya atau nelangsanya?
- Apakah membuat saya jadi lebih baik?
- Next, saya mau apa dan bagaimana?
- dan sebagainya.
Evaluasi ini juga bisa dialkukan melalui reading tracker yang akan saya bahas di blogpost terpisah, ya.
Baca juga: Buku dan Perihal Membaca: Yang Mengisi, Menyelamatkan, dan Membuka Kesempatan…
Kalau buku itu ternyata bukan “jodoh” kita gimana? Nah, ini dia enaknya memilih dan membaca buku sesuai pilihan. Kita punya privilege untuk menentukan/mengalihkan/memutuskan pilihan tanpa takut intervensi orang lain. Toh, kita yang menjalankan kegiatan ini. Sudah pasti kita lebih kenal diri sendiri.
Dan ya, kalau dipikir-pikir, saya merasa beruntung bahwa memilih bacaan kadang tidak serumit menemukan jodoh yang dititipkan Tuhan. Tapi masih saja, saya berharap bisa menemukan jodoh yang tepat semudah saya bisa menemukan buku yang pas.
🤔hmm rupanya tips PDKT nyari jodoh bisa dipake juga buat nyari buku yang cocok ya. sebuah insight yang menarik!
Layak dicoba! 😉
Cewekku gegara sering liat aku beli buku, dia ikutan baca hahahaha. Sekarang mulai suka baca, dan beberapa kali ngajak diskusi. Hahahahahaha
Kakkkk seru banget lhoooo! Hihi. Jadi punya partner yang bisa turut berbagi kesenangan membaca, ya. Langgeng-langgeng, Kak! 😀
Bikin senyam-senyum baca ini. MAYAN banyak ya wisdom mencari jodoh yang bisa dibelokkin juga ke buku :))
HAHA kalau boleh tau keingetan siapa, nih, pas lagi baca tulisannyaa hihihi
Kemarin baru aja membuang-dikiloin 150 kg buku2 ku yang dikumpulkan sejak 20 tahun lalu. Sayang, sih, tapi udah kepenuhan rumah. yup, 150 kilogram. Tapi pasangan, sudah belasan tahun alhamdulillah awet ga mau dibuang hahaha
Mas, sayang banget bukunya dikiloin. Hikss. Nggak disumbang aja kah?
Hahaha waduh kalo pasangan mah atuh harus dirawat dan disayang. Ya, nggak? 😀
Aaah …. menarique, seperti jodoh
Aku kok merasakan itu ya? Sempat ada di fase suka chiklit, metropop, eh… lalu malah eneg sama chiklit,metropop!
Padahal saat itu aku koleksi aneka bacaan lucu lucu. Pake nabung pula sebelum ke tobuk karena ga pernah beli satu! Authornya yang kuingat kalo Indo itu Ika Natassa – Clara Ng -Icha Rahmanti, kalo di luar ada Sophie Kinsela tentu sajaaaa (menjura)
Emang kok, kita harus membuka diri selebar-lebarnya terhadap berbagai pilihan bacaan karena like a jodoh, we never know who we can relate to…ahsedaaaap
Betul Mbak Tanti, seiring bertambahnya usia, ternyata jenis bacaan dan minat kita pun juga berevolusi. Hehe. Wahh baca buku Pintu Harmonika karya Clara Ng dan Icha Rahmanti nggak, Mbak? Jadi inget, zaman dulu pas masih kuliah, bela-belain dateng ke Taman Anggrek karena ada book launch-nya. Haha 😀
Saya kl nyari buku biasanya baca2 daftar isinya, atau misal novel maka saya baca sinopsisnya, kl cocok ya saya lanjutkan kl enggak ya saya cari yg lain
Yes, Mbak, aku pun begitu. Kalau bukunya memang nggak cocok di kita, biasanya nggak akan dilanjut karena akan buang-buang waktu dan energi juga. Lebih baik membaca sesuatu yang kita benar-benar suka. 🙂
Ada benernya juga sih ini. Apalagi kalau udah ketemu buku yang ngeklik banget. Rasanya susah untuk berhenti membaca. Niatannya cuma 1-2 lembar, malah bisa-bisa langsung tamat dalam hitungan hari
Yess, betul banget itu! Makanya kadang kalo aku baca buku malem-malem, kadang malah jadi begadang karena saking serunya bukunya. Hihihi 😀
Wah menarik Sintia tentang cara memilih buku. Kalau aku mudah jatuh cinta dengan gaya tulisan dan tema cerita. Kayak Eva Ibbotson dan Roald Dahl yang menurutku gaya bertuturnya unik dan ceritanya tak seperti pada umumnya. Setiap kali ada buku mereka, mataku langsung berbinar. Mau…mau… hahaha. Salam hangat buat jodoh eh buku-bukunya kak Sintia:)
Waahh aku sering dengar karya-karya Roald Dahl, kalau Eva Ibboston belum pernah. Ada rekomendasi buku yang menurut kakak keren kah? Hehe 😀
Bener juga kak, buku sebagus apapun kalau ga disuka ya ga dibaca.. Hehehe, salam sehat selalu
Truuu! Terima kasih sudah membaca tulisan ini, ya. 🙂
Ngerasa relate sama Mbak Sintia, milih buku hampir seperti milih jodoh. Saya jadi inget, pernah di zona liar, ingin baca buku yang diperuntukkan 21+, salah satunya “Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas” dan “Cantik Itu Luka” dari Eka Kurniawan. Pernah juga baca buku Ayu Utami dan Djenar Maesa Ayu. Ngerasa bebas banget dan rebel gitu.
Hingga suatu ketika saya milih buku tentang mindfulness dan gaya hidup minimalis, mulai merasakan ada kedamaian. Sepertinya, milih buku dan membacanya ada di waktu yang tepat.
Buatku, membaca itu proses untuk mengeksplorasi dan mengenal diri sendiri. Aku seneng Kak Nadia cerita kalau pernah baca beragam genre hingga sekarang ketemu apa yang disuka, atau apa yang dirasa cocok untuk waktu-waktu tertentu. Apa pun bacaannya, semoga menikmatinya, ya.