Bedah Buku dan Peluncuran Novel Nyanyian Hujan – Pagi menjelang siang itu, Student Lounge Universitas Multimedia Nusantara tampak sepi. Jam di layar ponsel menunjukan H-sekian jam menuju pukul 2 siang.
Terlihat banyak bangku berjajar rapi ke arah kiri, menghadap sebuah backdrop besar bertuliskan “Proses Kreatif Penulisan, Penerbitan, dan Peluncuran Novel Nyanyian Hujan”. Tersusun sudah seperangkat sound system, tiga bangku, satu meja di tengah, dan satu meja operator.
Di dalam Student Lounge yang dingin, sebuah ruangan kecil terlihat begitu ramai oleh beberapa perempuan yang tengah menyibukkan diri dengan eyeshadow, eyeliner, bedak, foundation, brush, blush on, lip balm, lip gloss, sisir.
Tas, handphone, stop kontak, tisu, Pop Mie, kamera, kertas putih, bangku-bangku, naskah, suara, tawa, senyum, bunga, payung, musik, gelas, bunga, kain lap, laptop, flashdisk, deg-degan, cemas, greget, panik, Vesta, Dio, Kenneth, Bi Sum, Mama Dio, Papa Dio, narator, dan Harlem Shake….
Inilah sedikit cerita yang ingin saya bagikan ke kamu, soal bagaimana orang-orang di sekitar memberikan dukungan dan apresiasi luar biasa terhadap karya yang saya buat.
Bedah Buku dan Peluncuran Novel Nyanyian Hujan
Saya masih enggak menyangka, novel perdana saya, Nyanyian Hujan, dibuatkan acara bedah buku dan peluncurannya. Ini adalah sesuatu yang baru bagi saya. Entah, sebenarnya butuh atau enggak, tapi saya bersyukur sekali pernah merasakannya.
Dalam Bedah Buku dan Peluncuran Novel Nyanyian Hujan ini, disleipkan pula visualisasi drama berjudul “Sepenggal Cerita Nyanyian Hujan” yang naskahnya ditulis oleh A. Ariobimo Nusantara. Ide ceritanya sendiri berdasarkan novel yang saya tulis.
Mendekati dimulainya acara, saya enggak bisa lepas dari kekhawatiran. Saya seperti dihantui oleh banyak pekerjaan yang harus di-handle sendirian. Seperti harus memikul beban berat di kepala. Padahal, begitu banyak orang di sana yang siap membantu. Saya cuma enggak enak mengganggu.
Hujan sempat turun dan bau tanah memenuhi indera penciuman kami. Seorang teman tiba-tiba berceletuk, “Pas banget mau launching novel Nyanyian Hujan, eh malah hujan…”.
Pertanda baik… semoga jadi berkah, bisik saya dalam hati.
Pukul 2 siang akhirnya tiba. Wajah demi wajah mulai berdatangan. Seutas senyum yang perlahan meringankan beban di hati dan pikiran mulai melunturkan segalanya. Saya enggak menyangka, bangku-bangku yang tadinya kosong kini hampir terisi penuh.
Bahkan, ketika acara sederhana -tapi begitu spesial- ini sudah dimulai, masih ada banyak yang hadir, tapi enggak kebagian tempat duduk.
Snack untuk sekadar mengganjal perut yang kosong pun ludes! Diam-diam saya mengucap syukur, Student Lounge siang itu dihadiri lebih dari 200 peserta.
Dari dalam ruangan kecil, sebentar-sebentar saya mengintip, bagaimana kondisi di Stundent Loung. Puji Tuhan, ramai. Ada banyak wajah yang saya kenal hadir di sana.
Saya kembali bersyukur, baiknya mereka mau datang ke acara Bedah Buku dan Peluncuran Novel Nyanyian Hujan ini.
Bahkan, saya melihat Papa dan Mama juga turut menempati kursi yang disediakan. Haru, rasanya. Papa rela enggak ke kantor demi hadir di acara spesial anaknya. Begitupula Mama.
Acara ini pun dipandu oleh dua kakak kelas saya yang baik hati, Jeffry Oktavianus dan Gloria Fransisca Katharina, yang turut membangkitkan suasana.
Kemudian, untuk sesi Bedah Buku sendiri dimoderatori oleh Friska Meilani, yang mana pembahasan buku diisi oleh Dyan Nuranindya (Penulis Dealova, Rahasia Bintang, dll) dan Anin Patrajuangga (editor Grasindo). Antusias makin terlihat ketika kesempatan untuk bertanya dibuka.
Lalu, tiba saatnya drama singkat visualisasi novel Nyanyian Hujan dimulai. Kami bergandengan tangan, erat… lalu terucap doa singkat yang saya daraskan sedikit terbata…. Teman-teman saya akan tampil, tapi saya yang luar biasa panik.
Olivia Vrencila sebagai Vesta, Nicko Purnomo sebagai Kenneth, Immanuel Krisma sebagai Dio, Helmi Wicaksono sebagai Papa Dio, Sylvia Debora sebagai Mama Dio, Maria Riri Rosalina sebagai Bi Sum, Gaby M. Runtu sebagai narator, dan band MOIM sebagai pengiring pun akhirnya tampil….
Vesta: Kenneth, lo kenapa sih? Dari tadi emosian mulu?
Kenneth: Vesta, gue mau ngomong empat mata sama lo!
Vesta: Ya udah, ngomong aja.
Kenneth: Gue bilang, empat mata saja!
Kenneth memandang tajam pada Bi Sum yang bengong.
Vesta: Emang masalah buat lo kalo ada Bi Sum?
Kenneth: Gu… gue… gue… aaaarrgghh!!!
***
Dio: Happy birthday to you, sweetheart!
Dio mengulurkan seikat bunga mawar, membuat Vesta merasa mendapat surprise.
Vesta: Wow! Makasih banget ya. I love you, Dio.
Dio: I love you, too, Vesta.
***
Mama: Dio… Dio… bangun, Sayang…
Papa: Dio…kamu dengar Papa, Nak?
Mama: Dioo… Diooo.. DIIIOOOOOO…!!!
Seisi ruangan menjerit.
Semua: DIIIOOOOO…
Sayup-sayup terdengar tawa, sorakan, godaan manja, dan tepuk tangan membahana…
Selesai… selesai sudah bagian yang paling saya takutkan. Ingin rasanya saya memeluk mereka satu per satu dan menyemprotkan semburan terima kasih tak terhingga kepada mereka.
Saya tahu… inilah efek kepercayaan penuh. Saya memberi kepercayaan penuh kepada para sahabat untuk memberikan yang terbaik dalam visualiasi novel Nyanyian Hujan ini.
Buktinya, semua berjalan lancar apa adanya dan semua penonton menyukainya! Apresiasi atas aksi… sungguh mengagumkan. Terima kasih, Tuhan Yesus.
Kamis, 28 Februari 2013 itu memang patut dikenang. Saya turut merasakan kegigihan, perjuangan, dan kerja keras yang tumpah ruah demi terlaksananya Bedah Buku dan Peluncuran Novel Nyanyian Hujan ini.
Secara khusus saya ingin mengucapkan terima kasih untuk semua yang telah hadir. Maaf enggak bisa memeluk satu-satu.
Novel Nyanyian Hujan bukanlah karya pertama dan karya terakhir saya. Novel ini adalah pintu gerbang menuju novel-novel lainnya yang akan saya persembahkan.
Semoga Nyanyian Hujan bisa memberikan inspirasi bagi seluruh pembaca tersayang. Selamat berdendang bersama Nyanyian Hujan, ya.
Sintia….ayo mana novel berikutnya..sdh terlalu lama nih…semangat..di tunggu yaaa ???
Hehehe thanks, Tan. 🙂