Berdoa dan Berwisata di Vihara Boen San Bio

Jan 25, 2014

Berdoa dan Berwisata di Vihara Boen San Bio – Pemimpin kebaktian memulai ibadat di Ruang Dhammasala, Vihara Boen San Bio. Sembari mengucapkan serentetan doa, merek meletakkan tangan di dahi, lalu diturunkan sedada. Mereka pun ber-namaskara (duduk bersila) sambil mengikuti pemimpin kebaktian.

Arahang sammâ Sambuddho Bhagavâ. Imehi sakkarehi tang Bhagavantang abhipujayama. Svâkhâto Bhagavatâ Dhamma. Imehi sakkarehi tang Dhammang abhipujâyama. Supatipanno Bhagavato sâvâakâ sangho. Imehi sakkarehi tang Sanghang abhipujâyama.

Setiap minggunya, umat datang rutin untuk mengikuti kebaktian yang diadakan seksi kerohanian. Sebelum memasuki Ruang Dhammasala, patung Dewi Kwan Im Pouw Sat setinggi tiga meter menyambut. Saya memasuki ruang kebaktian, terpampang patung Buddha di altar depan dengan tinggi yang sama. Mereka yang menganut ajaran Theravada pun membaca buku Parita Suci sambil memanjatkan doa kembali.

Berdoa dan Berwisata di Vihara Boen San Bio

Vihara Boen San Bio tampak luar.

Berdoa dan Berwisata di Vihara Boen San Bio

Sama seperti vihara kebanyakan, tempat ini juga didominasi oleh warna merah.

Berdoa dan Berwisata di Vihara Boen San Bio

Hio untuk sembahyang.

Saya dapat menghirup bau hio yang menusuk hidung. Mata pun ikut terasa pedih karena aspanya. Suasana yang khusyuk saat membacakan doa-doa membuat seluruh umat yang hadir lebih berkonsentrasi.

“Kalau kebaktian, biasanya membaca Parita, mendengarkan dhama (khotbah), dan ber-dharma gita,” ujar Albert, staff tata usaha yang sehari-harinya mengurusi operasional vihara.

Baca juga: Menguntit Jejak Katolik di Museum Misi Muntilan

Lalu, saya pun mengedarkan pandanganku ke sekeliling. Keunikan memang tampak pada tempat ini. Pada bagian atap bangunan utama tampak sepasang burung fenghuang (burung phoenix) dengan sebutir mutiara di tengahnya.

Ketika memasuki vihara yang dibangun oleh Lim Tau Koen pada 1689 ini, ratusan lampion merah tergantung rapi di atap-atap. Di bawahnya, terdapat sebuah nama pada masing-masing lampion. Hal ini menandakan suatu perwujudan doa manusia agar doanya dapat dikabulkan oleh Sang Buddha.

Di halaman depan, terdapat thian sin lo terbesar di Indonesia. Dengan berat 4.888 kg, tinggi 120 cm, dan diameter 150 cm, tempat menaruh hio atau dupa ini mendapatkan rekor dari Museum Rekor Indonesia (MURI). Thian sin lo ini terbuat dari batu onix, sejenis marmer yang berasal dari Poso, Sulawesi.

Baca juga: Perjalanan Singkat Mengungkap Makna di Masjid Seribu Pintu

Tak hanya tempat hio ini saja yang terbuat dari batu onix, tetapi juga seluruh patung yang terdapat di Vihara Boen San Bio ini. Hal ini supaya patung-patung tersebut terlihat lebih megah dan apabila terjadi kebakaran, tidak akan hancur.

Berdoa dan Berwisata di Vihara Boen San Bio

Bukan hanya untuk berdoa, tempat ini juga bisa dijadikan sebagai tempat wisata religi, lho.

Berdoa dan Berwisata di Vihara Boen San Bio

Masyarakat percaya bahwa mata air ini bisa memberikan banyak manfaat.

Boen San Bio yang didominasi warna merah, kuning, dan biru ini memiliki arti kebajikan setinggi gunung. Hal ini tercermin dari bangunan yang menjulang tinggi dengan pagoda-pagoda di atasnya. Bahkan, terdapat beberapa candi menghiasi atap Ruang Dhammasala. Nuansa rohani memang begitu lekat pada vihara yang terletak di Pasar Baru, Tangerang ini. Saya begitu takjub mengetahui keunikannya.

Baca juga: Bertemu dengan Pelukis dan Pendiri Gereja Ayam

Vihara yang buka pada pukul 7 pagi hingga 12 malam ini nyatanya juga terkenal akan keindahannya sebagai tempat wisata. Bahkan, taman yang terdapat di tengah vihara biasa digunakan melakukan sesi foto untuk pre-wedding.  Tak disangka, taman ini menyatukan unsur air, api, tanah, dan udara menjadi satu.

Tak hanya sekadar bersembahyang atau berwisata, lebih dari itu, aku bisa mengetahui bagaimana ajaran-ajaran baik Sang Buddha. Ajaran-Nya dipercaya dapat menjadi arahan bagi manusia menuju perdamaian dunia dengan semboyan suci, yakni cinta kasih dan kasih sayang. Ajaran yang universal ini juga mengenalkan kita pada hukum karma.

Berdoa dan Berwisata di Vihara Boen San Bio

Berdoa memanjatkan syukur kepada Yang Maha Kuasa.

“Sesuai dengan benih yang ditanam, itulah buah yang akan Anda peroleh. Perilaku kebaikan akan menuai kebaikan. Pelaku keburukan, memperoleh keburukan. Jika Anda menanamkan benih yang baik, maka Anda akan menikmati buah yang baik pula.”

– Samyutta Nikaya Vol. I, P.227.

Sabda sang Buddha senantiasa mengingatkan kita agar dapat melakukan perbuatan mulia, contohnya dengan memberikan sumbangan dalam rangka aksi sosial. Vihara Boen San Bio sendiri pun pernah melakukan bakti sosial dengan membagikan beras dan sembako untuk warga sekitar yang membutuhkan.

Baca juga: Merah Meriahnya Perayaan Tahun Baru China di Vihara Boen Tek Bio

Saya merasa beruntung bisa ke tempat ini. Selain bisa menyaksikan keunikannya dari dekat, sejarahnya pun bisa aku bawa pulang. Memang, tidak ada salahnya berkunjung ke Vihara Boen San Bio sambil berdoa, berwisata, dan berbuat baik.

Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta. Sadhu! Sadhu! Sadhu!

Sintia Astarina

Sintia Astarina

A flâneur with passion for books, writing, and traveling. I always have a natural curiosity for words and nature. Good weather, tasty food, and cuddling are some of my favorite things. How about yours?

More about Sintia > 

4 Comments

  1. Gede Prama

    I really liked this blog. It’s hopeful and true. Keep writing, you have a fan. 🙂

    Reply
    • sintiastarina

      Thank you Gede Prama for reading my blog. Thanks for the appreciation 🙂

      Reply
  2. Ria

    lagi suka kepo soal tlisan di blog2 ini. ga kelar2 bacanya. banyakkk banget tulisannya kakk

    Reply
    • Sintia Astarina

      Hahaha hi Ria! Kamu juga bikin tulisan yang banyak, dong. Ditunggu, ya! 😀

      Reply

Submit a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *